- Cover Photo
- Daftar isi
- Buku Pegangan Kebijakan Media di Yerusalem
- Kebijakan Media dalam Memberitakan Tentang Yerusalem
- Menyebarkan Pengetahuan tentang Peradaban dan Sejarah Yerusalem
- Liputan media tentang pelanggaran pendudukan, kebijakan kebijakan
- Liputan Media tentang Pelanggaran Kebebasan Beragama
- Kebijakan Media untuk Menghadapi Narasi Pendudukan
- Langkah-langkah Jurnalistik Memperkuat Kehadiran Yerusalem di Media
- Terminologi Media Khusus untuk Yerusalem
- Klarifikasi
Daftar isi
Kebijakan Media dalam Memberitakan Ten- tang Yerusalem
Menyebarkan Pengetahuan tentang Pera- daban dan Sejarah Yerusalem
Liputan media tentang pelanggaran pendu- dukan, kebijakan kebijakan Yahudisasi dan ancaman demografis terhadap penduduk Yerusalem
Liputan Media tentang Pelanggaran Kebe- basan Beragama dan Kehidupan Budaya di Yerusalem
Kebijakan Media untuk Menghadapi Narasi Pendudukan Israel Mengenai Yerusalem
Langkah-langkah Jurnalistik Memperkuat Kehadiran Yerusalem di Media
Terminologi Media Khusus untuk Yerusalem
Buku Pegangan Kebijakan Media di Yerusalem
Buku Pegangan untuk Pekerja Media Profesional, Jurnalis, dan Institusi Media dalam Isu Yerusalem (Al-Quds)
Kebijakan Media dalam Memberitakan Tentang Yerusalem
Bagian ini menyajikan kebijakan media terkait peliputan masalah Yerusalem. Kebijakan lainnya akan dibahas dalam bab terpisah. Kebijakan tersebut meliputi:
- Menekankan bahwa kota Yerusalem adalah ibu kota Palestina
dan kota Arab yang berakar kuat dalam sejarah. Kota dengan
semua tempat-tempat suci di dalamnya baik Islam dan Kristen
serta nilai budayanya – memiliki status unik di dunia. Hal ini
menjadikannya tempat untuk koeksistensi kelompok agama di
satu sisi dan fokus perang dan pendudukan di sisi lain. Kelompok
paramiliter Zionis menduduki Yerusalem Barat selama Nakba
tahun 1948 dan kemudian, pada tahun 1967, Israel memperluas
pendudukannya ke Yerusalem Timur dengan paksa – tanpa hak
historis untuk mengaturnya. Sejak itu, seluruh kota tetap berada
di bawah pendudukan yang, telah memalsukan identitas dan
landmark kota, serta mengubah ciri-ciri demografisnya dengan
menekan penduduk Yerusalem untuk pergi dan mengintensifkan
pemukiman ilegal. Oleh karena itu, sangat penting menyampaikan
konflik di Yerusalem saat ini dengan menekankan bahwa itu adalah
konflik politik dengan entitas kolonial penjajah, bukan konflik
agama. - Menolak pendudukan dan membatalkan efek politik, hukum,
sosial dan budaya di Yerusalem dan seluruh Palestina. Ini sikap
mendasar sebagai konsekwensi atas tindakan pendudukan dan
agresi, bukan pada identitas penjajah, agama atau etnis mereka. - Bekerja mengkonter dan menyangkal narasi Zionis dan klaim
historisnya mengenai Yerusalem. Sebaliknya, bekerja memperkuat
eksistensi dan penyebar luasan narasi Islam, Arab, karya ilmiah dan
dokumentasi mengenai Yerusalem, kesuciannya, sejarah, budaya
dan pendudukannya saat ini. - Memberikan perhatian berbagai dimensi isu Yerusalem baik
aspek politik, kemanusiaan, agama, budaya, sosial, hukum dan
lainnya. Selain itu, memberikan perhatian khusus pada hal-hal
yang berkaitan dengan Masjid Al-Aqsha dan kesucian Islam dan
Kristen lainnya di Yerusalem dan pelanggaran Israel terhadapnya.
Keharusan memberikan perhatian terhadap seluruh warga Palestina baik Muslim dan Kristen Palestina sebagai satu kesatuan dalam konteks nasional dan memantau semua urusan mereka. - Menampilkan upaya dukungan dan solidaritas untuk Yerusalem,
memberikan perhatian kepada kegiatan, aksi dan sikap serta pernyataan mengenai hal itu dan menyoroti tanggung jawab bangsa Arab dan Muslim terhadap Yerusalem. Ini di samping tanggung jawab mendasar, kemanusiaan dan moral atas masyarakat internasional. - Keharusan menghindari penyikapan terhadap masalah Yerusalem
secara sporadis musiman dan harus menganggapnya sebagai isu sentral dalam konflik Arab-Israel. Media harus terus-menerus menjadikannya sebagai prioritas utama, dan tidak disibukkan dengan peristiwa-peristiwa lokal, regional maupun internasional. Mengangkat isu Yerusalem secara konstan, namun tidak berlebihan dalam aspek berita semata. Selama masa-masa tenang, media harus bekerja untuk mempersiapkan materi pers yang dikuratori dengan cermat untuk melihat detail masalah, alasan di baliknya, dan pengetahuan dasar tentang masalah Yerusalem. - Melakukan variasi pemberitaan media tentang Yerusalem, isi,
jenis-jenis, methode berdasarkan spesifikasi masing-masing media massa dan kekhususan publik dan perhatian mereka. Juga mempertimbangkan situasi dan waktu, konteks kejadian dan dinamikanya sehingga mudah terinfiltrasi dengan semua kelompok. Variasi ini misalnya terkait dengan konten dengan materi agama, politik, sejarah, budaya, keamanan dan lain-lain. Sasarannya di antaranya; elit, pemuda, perempuan, anak-anak, dan lain-lain. Sarana; sosial media, media modern, media klasik dan lain-lain. - Menghindari pendekatan partisan yang sempit ketika meliput Yerusalem dan menahan diri dari mengeksploitasi masalah dalam tarik ulur politik dan media. Pentingnya menyoroti sifat kolektif kota ini, yang menyatukan semua orang Palestina, Arab, dan Muslim serta mengadvokasi hak asasi manusia dan keadilan.
- Perencanaan media dan mempertimbangkan perkembangan narasi media mengenai Yerusalem berdasarkan studi dan saran dari pusat penelitian media. Selalu menghidupkan dan mengenang peristiwa-peristiwa Yerusalem, momen, dan peringatan peristiwa- peristiwa yang terkait dengan Yerusalem.
Menyebarkan Pengetahuan tentang Peradaban dan Sejarah Yerusalem
Salah satu kebijakan media terpenting terkait liputan Yerusalem adalah memperluas pengetahuan bangsa Arab, umat Islam, dan dunia tentang masalah kota ini, identitas, dan sejarahnya. Hal ini dapat dicapai dengan:
- Bersandarkan kepada studi sejarawan dan peneliti non-Palestina dan Yahudi yang mengungkap narasi manipulatif Zionis tentang Yerusalem dan mitos Solomon Temple. Para ahli tersebut juga telah mencoba mengungkap pembersihan etnis Palestina, kebijakan pengusiran paksa dan pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga kota-kota dan desa-desa Palestina, berbagai isu dan narasi-narasi yang ada. Para sarjana ini disebut “sejarawan baru” atau “sejarawan Israel baru”.
- Mengulas dimensi sejarah, budaya dan peradaban Yerusalem, dan menyoroti aspek-aspek ini dalam hubungannya dengan bangsa Arab dan Muslim dengan kota suci ini dan Masjid Al- Aqsa. Dimensi ideologi (agama) juga disoroti selain menonjolkan ikatan hubungan sejarah dan spiritual khusus yang menyatukan masyarakat Arab dan Muslim di Yerusalem. Kehadiran orang- orang Palestina yang mengakar di Yerusalem juga harus ditekankan dan hubungan abadi antara manusia dan tempat itu sendiri, sehingga memperkuat afiliasi dan ikatan negara-negara Arab dan Muslim dengan kota tersebut.
- Meningkatkan kesadaran publik tentang Masjid Al-Aqsha, statusnya, mendiskrisikannya, elemen-elemennya dan berbagai bahaya dan ancaman yang ditimbulkan oleh pendudukan penjajah Israel. Bidang utama kelalaian atau kurangnya pengetahuan di antara masyarakat harus diatasi. Mereka harus memahami hubungan antara berbagai bangunan yang membentuk Masjid Al-Aqsha, seperti Kubah Batu, Kapel Al- Qibli, dll. Ini mungkin lebih penting mengingat sebagian orang meyakini bahwa kubah emas ikonik adalah milik Al- Masjid Aqsha.
Namun, sebenarnya Dome of the Rock, merupakan bagian dari Masjid Al-Aqsha dan terletak di dalam dinding kompleks Al- Aqsha. Untuk tujuan ini, pengetahuan harus disebarkan tentang landmark Yerusalem, kesucian Muslim dan Kristen, karakteristik sejarah dan peradaban, lingkungan, wilayah dan geografinya.
Liputan media tentang pelanggaran pendudukan, kebijakan kebijakan Yahudisasi dan ancaman demografis terhadap penduduk Yerusalem
Pendudukan secara eksplisit berusaha melakukan Yahudisasi Yerusalem untuk membersihkan kota dari penduduk Palestina. Untuk tujuan ini, ia mengancam kehadiran demografis Palestina di Yerusalem melalui tindakan rasis yang berlebihan dan pelanggaran terang-terangan terhadap hak asasi manusia Palestina untuk tinggal dan hidup dengan damai. Oleh sebab itu, hal ini membutuhkan peran media untuk fokus pada hal-hal berikut:
- Langkah-langkah yang diambil untuk me-Yahudi-kan Yerusalem,
mengubah landmarknya, dan yang paling penting adalah pencaplokan Yerusalem oleh Israel melalui keputusan administratif (seperti keputusan pengadilan, pendidikan, undang-undang oleh organisasi hukum dan administratif, pemilihan kota, layanan dan fasilitas publik). Ini juga termasuk mengubah nama lingkungan dan jalan, membangun sejumlah besar sinagog dan museum Yahudi di kota, menghancurkan kuburan Muslim dan menutup semakin banyak institusi Palestina di Yerusalem. - Rencana Israel bertujuan untuk menggusur dan mengusir warga Palestina, dan menggantikan mereka dengan imigran Yahudi. Hal ini diwujudkan di Yerusalem dalam bentuk kebijakan mencabut kartu identitas warga Palestina dengan berbagai dalih, mencabut atau membatasi tempat tinggal tetap dan menolak memberikan kartu identitas kepada mereka yang tinggal di luar kota. Pendudukan juga secara diam-diam mengusir warga Yerusalem dengan menyita tanah mereka, menghancurkan rumah mereka, memaksa penutupan jalan, memberlakukan pembatasan perjalanan ke luar negeri bagi warga Yerusalem, memberlakukan pembatasan visa reunifikasi keluarga untuk pasangan yang tidak tinggal di Yerusalem, dan memberlakukan pembatasan dan menolak permintaan. Untuk reunifikasi kerabat, memaksa anggota keluarga yang tinggal di Yerusalem untuk pergi. Pendudukan juga telah mencegah peningkatan populasi Palestina di Yerusalem. Ada juga kebijakan yang diambil untuk menyita tanah Palestina dengan membeli, menyita rumah dan toko dengan dalih kepemilikan pemukim melalui dokumen palsu dan dengan menggunakan cara menipu dan prosedur paksaan.
- Penerapan kebijakan tekanan ekonomi seperti penutupan paksa
dan blokade ekonomi dari waktu ke waktu. Israel menerapkan
yahudisasi ekonomi melalui pengenaan pajak yang berlebihan
pada produk lokal kota, biaya hidup yang tinggi dan membebani
warga dengan pajak dan denda seperti pajak penghasilan, PPN,
pajak properti, pajak kota, pajak asuransi nasional, pajak televisi,
pajak Arnona, pajak perbaikan tata kota, dll. Ada juga pengurangan
tingkat layanan dasar di wilayah-wilayah yang didominasi Palestina
dengan tujuan memaksa warga Palestina meninggalkan Yerusalem,
melepaskan beban materi khususnya kelompok pemuda. - Permukiman Israel dan Tembok Apartheid berkontribusi signifikan
terhadap permasalahan utama Yerusalem, mengingat perluasan berkesinambungan pemukiman dan penyitaan tanah di Yerusalem.
Lahan yang layak pembangunan disita Israel dengan dalih membangun kawasan hijau dan cagar alam. Pendudukan juga sengaja menggunakan Tembok untuk membagi dan memisahkan seluruh perkampungan-perkampungan Palestina dari Yerusalem dan Tepi Barat. Ini memiliki dampak destruktif pada tatanan masyarakat Palestina, mengingat hal itu mengisolasi sejumlah besar warga Palestina Yerusalem, secara efektif mengurangi jumlah jamaah di tempat-tempat suci. Selain itu, aktivitas pemukiman dan serangan pemukim berulang kali terhadap penduduk Yerusalem terjadi di bawah perlindungan polisi Israel. - Pendudukan melakukan pelanggaran di bidang kesehatan masyarakat di Yerusalem, dan menciptakan hambatan yang membatasi akses warga Palestina ke layanan kesehatan di Yerusalem Timur, meskipun memaksa mereka untuk membayar asuransi kesehatan Israel. Selain itu, pendudukan semakin meminggirkan infrastruktur sektor kesehatan dan mencoba menghilangkan sistem kesehatan institusional Palestina, menggantikannya dengan layanan alternatif untuk memastikan ketergantungan pada pendudukan dan pemisahannya dari sistem kesehatan Palestina yang lebih luas, di samping pelanggaran lainnya.
Liputan Media tentang Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Kehidupan Budaya di Yerusalem
Pelanggaran pendudukan terhadap kebebasan beragama dan budaya, serta pelanggarannya terhadap hukum internasional dan kemanusiaan, membutuhkan kerangka kerja media yang berfokus pada:
- Pendudukan Israel melakukan hambatan kehidupan pendidikan
dan budaya masyarakat Yerusalem, dan upaya oleh pendirian Israel untuk mengontrol sektor pendidikan. Ini termasuk memaksakan kurikulum Israel di sekolah dasar Palestina dan pendidikan “Israelisasi”. Sejumlah sekolah kekurangan persediaan kebutuhan dasar minimum (seperti alat tulis), dengan guru dan lembaga pendidikan terus-menerus diserang, dibunuh atau dihancurkan dalam kasus yang terakhir. Guru dan siswa ditangkap, ditargetkan atau dibunuh, sementara rintangan terus-menerus mencegah akses mereka ke sekolah. Pelajaran agama dan ilmiah dilarang, sementara sekolah secara konsisten ditutup dan inisiatif
masyarakat yang terkait dengan pendidikan dilarang. Ini termasuk
melecehkan “Masateb Ilmu” (sekolah agama non formal) di dalam
Al-Aqsa. Sementara itu, universitas Israel tempat mahasiswa
Yerusalem belajar hanya mengajar dalam bahasa Ibrani, sementara
otoritas Israel tidak mengakui beberapa universitas Palestina dan
ijazah mereka. - Ketidakabsahan klaim pendudukan atas haknya terhadap Masjid
Al-Aqsha dan klaimnya bahwa itu adalah lokasi Kuil mitos mereka.
Kepalsuan klaim ini berakar pada hukum internasional dan fakta sejarah, yang mendorong UNESCO untuk mengabaikan klaim koneksi Yahudi ke Masjid Al-Aqsha dan Tembok Al-Buraq dan menyebabkan dikeluarkannya resolusi permanen yang menyatakan bahwa Al-Aqsha adalah situs warisan Muslim pada tahun 2016. - Menyoroti pelanggaran pendudukan terhadap kesucian tempat- tempat suci Islam dan Kristen dan pengekangan ketat terhadap pelaksanaan ritual keagamaan Islam dan Kristen di Masjid Al- Aqsa dan gereja-gereja Yerusalem. Pendudukan mencegah warga Palestina memasuki Yerusalem untuk melakukan ritual keagamaan dengan mendirikan pagar-pagar, penghalang dan pos pemeriksaan. Pendudukan juga telah mengambil tindakan sewenang-wenang seperti penutupan berulang dan
penggerebekan di Masjid Al-Aqsha, di samping upaya untuk memberdayakan kelompok pendudukan radikal terhadap klaim
mereka atas masjid, dengan melakukan tur dan sholat di masjid
dengan kekuatan senjata. Pendudukan Israel juga melanjutkan
kebijakan penggalian arkeologi, yang melanggar kesucian Masjid
Al-Aqsha dan mengancam fondasi dan strukturnya. Penggalian
ini berfungsi sebagai dalih untuk membangun kuil. Pendudukan
terus-menerus berusaha untuk merusak dan menghancurkan
Masjid Al-Aqsha melalui penggalian lanjutan dan pembuatan
terowongan di bawah masjid, dengan mengabaikan sepenuhnya
konvensi dan piagam internasional dan kemanusiaan yang
menjamin kebebasan beragama, dan melarang serangan terhadap
tempat-tempat suci agama. - Upaya pendudukan yang terus-menerus, beberapa di antaranya telah terbukti berhasil, untuk membagi Al-Aqsa secara temporal dan spasial antara Muslim dan Yahudi melalui kebijakan status quo yang diberlakukan untuk mencapai pelanggaran yang disebutkan di atas. Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kesucian tempat-tempat suci, kebebasan beragama dan hak Muslim atas Masjid Al-Aqsa.
Kebijakan Media untuk Menghadapi Narasi Pendudukan Israel Mengenai Yerusalem
- Memunculkan kontradiksi antara kebijakan pimpinan-pimpinan
Israel dan praktik agresif mereka, dengan mengutip dan mengidentifikasi sikap dan pernyataan ilegal, tidak manusiawi,
termasuk penyerangan Al-Aqsa oleh para Menteri dan anggota
parlemen Knesset Israel atau dukungan mereka terhadap pelanggaran terhadap Yerusalem dan warga Yerusalem. - Menghindari ketergantungan hanya pada sumber berita sekunder,
seperti sumber pendudukan mengenai masalah Yerusalem. Sebaliknya mengandalkan terutama pada sumber lokal Palestina, badan dan lembaga yang mengkhususkan diri dalam urusan Yerusalem, serta sumber media terpercaya. - Menghubungkan perkembangan di lapangan, seperti Intifada,
aksi protes besar-besaran dan aksi perlawanan Palestina di Yerusalem dengan realitas pendudukan, agresi permusuhan dan pelanggaran yang dilakukan pendudukan Israel terhadap mereka di kota suci ini. Aksi Palestina adalah reaksi logis dan legal. Selain itu, harus diperdalam dan diperkuat gagasan bahwa perjuangan nasional Palestina tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Arab, khususnya mengenai masalah Yerusalem. - Penting untuk mengkonter narasi pendudukan Israel dan klaim
palsu tentang Yerusalem, yang disebarkan dalam beberapa bahasa dalam bentuk propaganda. Pendudukan selanjutnya mengadopsi slogan negara Yahudi, mengklaim Yerusalem adalah ibu kota Israel atau ibu kota negara kebangsaan Yahudi, sambil memalsukan Yerusalem dan namanya. Pendudukan lebih lanjut mempromosikan dirinya sebagai perpanjangan peradaban Barat untuk menghadapi Muslim dan peradaban mereka, dengan fokus pada klaimnya tentang hubungan sejarah Yahudi dengan Palestina. Penting untuk membantah klaim semacam itu dengan menggunakan metode persuasi ilmiah yang meyakinkan dengan mengutip tanggal, angka, dan peristiwa, menghindari methode mencerca dan menghina. Penting juga untuk menyajikan fakta dan analisis peristiwa dengan cara yang memastikan sanggahan narasi Israel, dan memperkuat narasi Arab dan Muslim. - Waspada terhadap isi propaganda dan Yahudisasi saat berinteraksi dengan liputan media pendudukan, mengutip dan menerjemahkannya. Ini mengharuskan apa yang diterjemahan dari media Israel tunduk pada standar media dan kebijakan editorial yang ketat serta menetapkan larangan-larangan dalam penerjemaah dari sumber Israel.
- Hati-hati menggunakan istilah dan istrilah terkait Yerusalem dan berpegang kepada pakar spesialis untuk memilih dan merumuskan
istilah tersebut tentu dengan tetap menyadari bahwa pendudukan
terus-menerus menggunakan ungkapan manipulative palsu untuk
menghapus atau menyembunyikan fakta, mengubah landmark Yerusalem dan menghilangkan identitas budaya kota.
Langkah-langkah Jurnalistik Memperkuat Kehadiran Yerusalem di Media
Saluran media harus bergantung pada sumber yang dipercayai dan pelbagai untuk menyampaikan isu Baitul Maqdis. Berikut ialah piawaian dan faktor untuk memilih sumber media, dan memeriksa fakta mengenai isu Baitul Maqdis:
- Konten-konten terkait Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa harus fokus di sudut pandang kemanusiaan. Seiring dengan perhatian pada informasi dan berita dengan cara yang memungkinkan untuk bercerita dan melaporkan peristiwa dari sudut pandang kemanusiaan. Contohnya adalah memperkaya cerita yang bukan terbatas pada pelaporan penghancuran rumah di Yerusalem, namun lebih jauh dari itu dan melaporkan kondisi kehidupan keluarga, reaksi anak-anak, dan bagaimana mereka akan pergi ke sekolah keesokan harinya, dll.
- Memberikan perhatian pada semua bentuk kreatifitas media, penerbitan elektronik, dan diversifikasi liputan media tentang urusan Yerusalem dengan cara mencapai manfaat terbesar dari metode dan teknologi modern sehingga bisa mencerminkan realitas Yerusalem dan segala persoalan yang dihadapinya dengan efektif.
- Memastikan jurnalisme profesional berdasarkan prinsip media jurnalistik ilmiah, seperti:
* Bekerja berdasarkan prinsip «jurnalisme hati-hati» dan «jurnalisme investigatif» ketika meliput isu Yerusalem, yaitu bekerja sesuai dengan nilai-nilai akurasi, kredibilitas, kelengkapan, verifikasi dan penelurusan. Kehati-hatian seperti itu memberi kesempatan untuk lebih mendalam, analisis dan investigasi jurnalistik, dan menyajikan materi media dengan cara yang tepat dan meyakinkan.
* Bekerja berdasarkan prinsip “jurnalisme penjelas” yang harus
menjelaskan masalah Yerusalem, memperjelas aspek, dimensi,
implikasi, dan masalah di balik peristiwa dan pelanggaran,
tanpa tetap terbatas pada “jurnalisme berita”.
* Menggunakan prinsip “jurnalisme berbasis solusi”, karena
sebagian besar isu yang disampaikan hanya menyajikan
permasalahan tanpa memberikan solusi atas permasalahan
tersebut. Berkenaan dengan masalah Yerusalem, penting
bagi jurnalisme investigatif untuk mencari solusi mengatasi
masalah akibat pendudukan, khususnya yang berkaitan
dengan masalah kemanusiaan.
* Menggunakan sarana penyajian dan penjelasan, seperti alat
bantu visual dan topografi seperti peta 3D, yang menunjukkan
pengaruh pendudukan dan pemukimannya di kota suci. Ini
juga akan secara akurat menyajikan landmark dan geografi,
selain gambar, video, dan infografis.
* Koordinasi media dengan surat kabar Arab dan Palestina untuk
menyatukan narasi dan wacana media Arab, serta istilah media
yang digunakan di outlet media dan forum yang melayani
tujuan Yerusalem. Juga harus ada organisasi kampanye media
yang menjelaskan ancaman dan bahaya yang ditimbulkan ke
Yerusalem, yang didukung oleh media massa dan sumber daya
visual yang disiapkan sebelumnya. Ini harus dikoordinasikan
dengan outlet media, penerbit buku, serikat jurnalisme, dll.
* Kebutuhan mendesak untuk menggambarkan realita Al-Quds
dan warganya melalui konten media seni bergambar dan
beragam dengan kualitas tinggi dan berstandar internasional,
seperti halnya memproduksi acara, film, dan program yang
terkait dengan Yerusalem. Materi dan produksi seperti itu harus
sesuai dengan audiens Arab dan internasional dan diproduksi
dalam berbagai bahasa, memaksimalkan keterlibatan dengan
setiap audiens. Serta foto dan video peristiwa sehari-hari dari
cerita bergambar, reportase, laporan, selain tidak mengabaikan
penggambaran estetika kota, kubah dan gang-gangnya,
warisan dan peradabannya.
* Mengurangi besarnya ketergantungan media pada mengutip
sepenuhnya kantor berita internasional, dan mengandalkan
terutama pada koresponden dan perwakilan media di
lapangan, serta sumber-sumber lokal yang berlokasi di
Yerusalem.
Terminologi Media Khusus untuk Yerusalem
Terkadang ada perbedaan dalam terminologi yang digunakan oleh berbagai media dalam kaitannya dengan Yerusalem. Panduan ini menyarankan sejumlah batasan-batasan yang dapat membantu menentukan istilah dan penggunaannya. Mereka adalah sebagai berikut:
- Mengggunakan istilah-istilah yang melindungi hak rakyat Palestina
untuk melakukan perlawanan, pembebasan, hak kembali Palestina,
dan pembentukan negara berdaulat dengan ibukota Yerusalem. Menahan diri dari menggunakan istilah atau nama yang dapat
menunjukkan bahwa pendudukan memiliki hak atas Yerusalem
(seperti Tembok Ratapan dan Tembok Pelindung). Nama Arab asli
kota, kota dan fasilitas harus digunakan sebagai pengganti nama
Ibrani (seperti Gunung Har Homa, yang sebenarnya Jabal Abu
Ghneim). - Tidak menggunakan Istilah yang digunakan oleh Israel tanpa pemilahan dan penyaringan seperti istilah «pemerintah kota Yerusalem” harus diimbuhi dengan kata “pendudukan atau penjajah” dan diterapkan kepada kepada semua lembaga- lembaga negara penjajah/pendudukan dan istilah-tilah yang mengekspresikan pelanggaran hak asasi manusia secara lebih khusus seperti «pemerintah pendudukan», «tentara pendudukan», «polisi pendudukan», «parlemen pendudukan», «serangan pendudukan», «kejahatan pendudukan», «terorisme pendudukan», dll.Berikut istilah-istilah salah yang digunakan Israel dan digunakan secara luas dengan salah kaprah hanya sebagai contoh sebagian saja disertai alternatif yang mesti digunakan:
ISTILAH ISRAEL ISTILAH ALTERNATIF Yerusalem Al-Quds Perkampungan Yahudi Perkampungan Al-Sharaf dan
Kawasan Al-MagharibahTembok Ratapan Tembok Buraq Kuil Sulaiman/Solomon Masjid Al-Aqsha Gunung Kuil Masjid Al-Aqsa, Jabal Bayt Al-Maqdis,
Al-Haram Al-SharifTelaga Suci Kota Tua Gunung Har Horma Jabal Abu Ghneim Kota Daud/David Al-Quds Asy-Sharif/Perkampungan Silwan, Kandang Solomon Ruang Sholat Marwani Yerusalem Raya Al-Quds Terjajah Yerusalem Barat Al-Quds Barat Terjajah Jerusalem Timur Al-Quds Timur Terjajah Kota Yerusalem Kota Pendudukan di Yerusalem Quds Al-Aqdas Shakrah Baitul Maqdis Tanah yang Dijanjikan Tanah Palestina